Benar-benar Tolol

Di Desa Kemarau, mentari pagi tak mampu menembus kabut tebal yang menyelimuti. Kabut ini seakan menjadi cerminan hati rakyatnya yang diselimuti kebingungan dan kekecewaan. Baru saja pemilihan kepala desa usai, dan Pak Kades Latif, yang terkenal dengan mulut manisnya, keluar sebagai pemenang.

Pak Kades Latif bukan orang yang baru di desa ini. Dulu, dia terkenal sebagai tukang pukul yang gemar mabuk-mabukan. Tapi menjelang pemilihan, dia menjelma menjadi "malaikat penyelamat". Dia berkeliling desa, membagikan uang receh dan menjanjikan berbagai hal mustahil: jalan tol, sekolah bertingkat, dan bahkan lapangan terbang.

Ini Baru Benar-Benar Tolol

Warga yang tak terbiasa dengan politik dan tergiur dengan iming-iming uang, tanpa ragu memilih Pak Kades Latif. Mereka tak peduli dengan masa lalunya, tak mempertanyakan asal usul uangnya, dan tak memikirkan bagaimana dia akan mewujudkan janji-janji gilanya.

Beberapa bulan setelah pemilihan, kabut tebal di Desa Kemarau tak kunjung sirna. Jalanan masih berlubang, sekolah reyot tak kunjung diperbaiki, dan lapangan terbang? Jangankan lapangan terbang, bayangannya pun tak terlihat.

Kekecewaan mulai melanda warga. Mereka sadar telah tertipu oleh mulut manis Pak Kades Latif. Rasa malu dan penyesalan menyelimuti mereka.

"Benar-benar tolol," gumam Pak Tua, salah satu warga desa, sambil menggelengkan kepalanya. "Bagaimana bisa kita memilih pemimpin seperti itu? Hanya karena uang dan janji palsu, masa depan desa kita tergadaikan."

Pak Tua terdiam sejenak, merenungkan nasib Desa Kemarau. Dia tahu, ini adalah konsekuensi dari pendidikan yang rendah dan minimnya pengetahuan politik di kalangan masyarakat.

"Kita harus belajar dari kesalahan ini," gumamnya lagi. "Kita harus bangkit dan mulai mencerdaskan diri. Hanya dengan pendidikan, kita bisa terhindar dari pemimpin yang korup dan gemar menipu."

Malam itu, di bawah sinar rembulan yang remang, Pak Tua menyalakan api kecil di dapurnya. Dia bertekad untuk menjadi pelita bagi desanya, menyebarkan pengetahuan dan membangun kesadaran politik agar tragedi seperti ini tak terulang kembali.

Cerita ini adalah tamparan keras bagi kita semua. Bahwa pendidikan dan pengetahuan politik adalah kunci utama untuk membangun masa depan yang lebih baik. Jangan sampai nasib Desa Kemarau menjadi contoh bagi desa-desa lain. Mari kita terus belajar dan mencerdaskan diri, agar tak lagi terjebak dalam tipu daya para pemimpin yang tak bertanggung jawab.

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama