Makin hari literasi kita makin tak karuan. Alay?

Makin hari literasi kita makin tak karuan. Bahasa alay senantiasa menjadi rebutan. Cuax, EGP dan kawan-kawan eksis dipasaran. Ditambah lagi dengan 'teknologi AI' yang membuat manusia malas untuk berfikir lebih tajam. Berfikir bahwa kecerdasan buatan itu tak sebanding dengan ciptaan Illahi. Dan untuk itu, saatnya kita mengumandangkan genderang Perang pada Kebodohan Literasi, sebelum terlambat.

Awalnya, mungkin itu (AI dan kawan-kawan) dipergunakan untuk sekedar membantu. Tapi saat ini, mereka sudah keterlaluan dan kita terkadung keenakkan. “Di jadikan robot lemak tak berotak”. Menjadi bius dalam kreatifitas, mengolah, dan mengasah suara-suara di kepala.

Utak atik prompt mengantri di kaca-kaca berwarna harga puluhan juta rupiah. Dan berharap itu bisa menghasilkan informasi pintar, keren 'menurut kita' tapi tanpa kita sadari hanya sebatas salinan dari sumber lama yang ditarik ulang. “Sedihnya”. Dan endingnya, Tante merasa kecewa.

Kebodohan Yang Tiada Henti

Takut dikatakan newbie, dan tak pintar mengolah bahasa? Lantas mesin learning dijadikan bantalan sebagai topeng yang berharga tinggi menggantikan otak, untuk membeli harga diri karena takut dibilang pencuri. Seperti seorang Doktor yang jago mencopy.

Sadarnya, media literasi menurun karena kita terlalu ‘menggantungkan ini dan itu’ dengan si-AI. Salah satunya adalah karena AI dapat membuat kita menjadi lebih mager untuk berpikir. Kata para Develop, “Menggunakan AI yaa, harus diakui membantu kita melakukan berbagai hal”. Kamu hanya perlu meletakkan kertas kosong, maka jadilah.

Lalu, kita boleh bisa akan menjadi lebih percaya pada AI, dan kurang menggunakan kemampuan teknologi otak untuk menjalani sesuai fungsi. Lantas, kita menjadi kurang mampu untuk memahami informasi dan membuat keputusan yang tepat.

Selain itu, AI juga dapat menyebabkan kita menjadi lebih mudah untuk terpapar pada informasi yang salah dan keliru. Karena AI dapat digunakan sebagai alat untuk membuat berita palsu, iklan yang menyesatkan, dan konten lainnya yang sangat membahayakan. Menjadikan kekeliruan sebagai kitab yang tak bertuhan.

Dan akhirnya, kita menjadi lebih sulit untuk membedakan antara informasi yang benar dan data yang salah. Terkurung dalam kebingungan “mana neeh yang harus dipublikasikan”. Bagai Doktor yang botaknya di depan dan di belakang, dengan label “Ia pikir Ia pintar”.

Namun

Namun, AI juga dapat memiliki dampak positif terhadap literasi. AI dapat digunakan untuk membuat pembelajaran menjadi lebih interaktif dan menarik. AI juga dapat digunakan untuk menyediakan akses ke informasi yang lebih luas dan beragam.

Mengajarkan otak kita tentang “bagaimana ini, sudah benarkah?” dan mendesak kita menganalisa satu demi satu nilai dari bahasa. Yaitu bahasa kebenaran. Bahasa yang bukan hanya memiliki satu cerita panjang, tetapi juga mengandung unsur pengetahuan, logika, dan informasi.

Teknologi ini membantu kita untuk menjadi lebih kritis dalam berpikir, dan lebih mampu untuk memahami informasi. AI dapat digunakan untuk mencari, mencuri, mengumpulkan, serta memproses informasi dari berbagai sumber. Hal yang justru membantu para Doktor terlihat lebih super, dan untuk mendapatkan detail yang lebih lengkap tentang suatu kepastian.

Satu Kepastian

Apakah ini, dituliskan oleh Si-AI? Tentu Ya. Satu kepastian bahwa literasi paling menarik disusun oleh AI yang alami. Otak yang kami pertajam dan percepat untuk mengalahkan jari-jari ini dalam mengetik satu paragraf.

Tidak ada kepastian mutlak, tentang apakah si-AI kedepannya menggantikan manusia dalam pekerjaan. Tapi, beberapa ahli percaya bahwa AI akan menyebabkan pengangguran masal. Sementara yang lain di sisi sebelah percaya bahwa AI akan menciptakan pekerjaan baru.

Karena Salah satu alasan, kita tidak perlu khawatir tentang AI adalah sampai detik ini, kita belum berhasil menciptakan kecerdasan buatan yang benar-benar pintar, lagi sempurna. Seperti orientasi kita pada satu objek, itu sama bohongnya dengan kecerdasan buatan.

Catat Ini Dengan AI

Secara keseluruhan, dampak AI terhadap literasi makin lebih terlihat jelas. Si-AI bisa berpotensi untuk merusak literasi, tetapi juga memiliki dorongan untuk meningkatkan keragaman. Penting bagi kita untuk memahami potensi positif dan negatif dari AI agar kita dapat menggunakan AI secara baik, bijak, dan bertanggung jawab.

Di masa depan sangat mungkin kita memiliki sistem kecerdasan buatan yang dapat menjalankan satu sistem tata kelola pemerintahan yang sempurna. Karena kelemahan manusia secara alami adalah pada kecerdasan untuk menguntungkan diri sendiri.


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkat Cerita, Bandwagon Effect

Coba Lakukan Micro Breaks, Saat Tertekan Karena Beban Kerja

Blog. Diperbarui Secara Berkala