Banyak orang melakukan hini dan hitu. Ingin memiliki sesuatu yang orang lain punya, melakukan hal yang orang kebanyakan perbuat dan tanpa sadar kita di dalamnya. Wara wiri fenomena ini menjadi sandungan dan melunturkan poin penting, apa yang harusnya kita dahulukan. Yup, Fenomena Bandwagon effect.
Artikel ini kami adopsi dari blog tetangga: Dyarinotescom dan menjadi sangat menarik kami susun, sebagai gambaran betapa pentingnya kesadaran diri akan sesuatu hal yang perlu atau tidak perlu di lakukan oleh kita sebagai pemilik keputusan. Walaupun kita sebagai mahluk sosial, tetapi kita masih memiliki satu anugrah yang harus tetap dijaga. Orisinalitas.
Bandwagon effect, apaan seeh?
Bandwagon effect adalah istilah bahasa yang menggambarkan seseorang yang cenderung follow terhadap sikap, tingkah laku, style, tren dan lain-lainnya, karena melihat banyak orang melakukan hal yang sama. Singkat cerita, bandwagon effect itu adalah 'ikut-ikutan'.
Fenomena ini menjerumuskan suatu kelompok atau perseorangan menerima kesalahan dalam mengambil keputusan. Boleh jadi karena dorongan dari luar atau kitanya yang mudah terbawa arus. Semakin banyak orang mengikuti suatu tren tertentu yang sedang viral, maka akan semakin besar orang-orang untuk ikut-ikutan. Lato-lato, misalnya.
Mengapa terjadi
Munculnya 'bandwagon effect' bisa di sebabkan oleh banyak hal, dan yang pasti dorongan dari lingkungan sekitar. Jika kamu adalah seseorang yang tidak mengikuti, kemungkinan besar kamu di berikan hadiah sanksi sosial.Dikucilkan dan dianggap aneh, misalnya.
Secara sadar, terjadi karena banyak orang lebih mudah terpedaya. Mereka menelan secara mentah-mentah tanpa mau perduli kebenaran dan bla bla nya. Jika itu berkaitan dengan promosi, kamu bisa saja membeli suatu produk yang sedang tren tanpa pertimbangan untuk apa itu di beli. Dan itu satu keniscayaan.
Pemikiran satu, dua, tiga atau lainnya
Pemikiran Satu - Groupthink atau pemikiran kelompok bisa saja menjadi pemicu yang ulung. Sebagaimana yang kita intip, lingkungan memiliki andil besar dalam membentuk perilaku. Oleh karena kita menyesuaikan diri terhadap kelompok, seseorang bisa bertransformasi menjadi perilaku yang sesuai dengan posisi atau tempat mereka berada.
Pemikiran Dua – ‘Mendapatkan Pengakuan’ menjadi penyebab lain dari efek ini. Kamu akan rela melakukan apa saja agar bisa di terima dan mengatakan "Kita sama". Pakai celana ketat, udel terlihat, baju di koyak-koyak dan sebagaimana kita lihat saat ini.
Pemikiran Tiga - Semua yang kita bicarakan ini, berkaitan erat dengan ‘Takut Dibilang Ketinggalan Jaman’. Oleh karena keresahan di cap dengan label 'Cupu', menjadikan kita latah dan ikut-ikutan tanpa pertimbangan.
Pemikiran Lainnya - Momok yang meresahkan adalah dikucilkan, di bully dan dianggap aneh. Mungkin sedikit berlebihan, tapi benar adanya. Demi menghindari perlakuan yang tidak menyenangkan, kebanyak orang akan pasrah dan mengikuti tren.
Lalu, harus bagaimana?
Jika kamu merupakan orang yang di sebutkan, maka sadarlah. Ada banyak solusi baik dalam bertindak dan menjadi catatan harian kamu untuk menjadi diri sendiri seutuhnya. Apa Itu?
1. Mencari baik buruk nya
Jangan mudah percaya denga apa yang orang lain katakan. Iya, bukan berarti setuju dan mengikuti. Tidak, belum tentu itu salah. Pertimbangkan apa benar itu baik. Jikapun benar, apakah itu cocok untuk kita. Sedikit menjadi kritis boleh saja.
2. Jangan memaksakan diri
Memaksakan sesuatu di luar batasan kita, tentu tidak baik. Bukan bermaksud menggurui, menghidar dari sesuatu yang buruk bisa kita lakukan jika kamu mau. Sesuatu yang di paksakan akan terkesan nyeleneh dan kamu bisa saja menjadi bahan tertawaan di kemudian hari.
3. Jangan terburu-buru
Ini berkaitan dengan pertimbangan. Banyak orang mempertimbangkan yang baik, dan malah tidak mempersoalkan yang buruk. Ibadah di masjid misalnya, dianggap tidak popular. Tapi jika nongkrong berjam-jam di café, joget di TikTok di anggap kekinian. Beri ruang terhadap diri untuk memutuskan mana yang bisa membawa kita menjadi manusia seutuhnya.
Notes
Kita, manusia adalah makhluk sosial. Dorongan sosial membentuk kita untuk ‘ingin memiliki’ dan menyesuaikan diri dengan pengaruh yang sangat kuat dalam diri kita. Membuat kita menyesuaikan diri dengan ‘keyakinan yang salah’ atau mengambil tindakan karena “semua orang tahu” dan “semua orang melakukannya”.
Pemikiran kelompok atau lingkungan bisa berbahaya bagi objektivitas dan kesadaran kita. Percayalah, hal itu dapat mencegah kita dari berpikir tentang diri kita sendiri dan melunturkan keputusan mana yang terbaik.
Kamu harus berhati-hati agar tidak tersandung batu ke dalam perangkap bias dan ikut-ikutan. Yang paling penting adalah bukan pada pengalaman yang akan kamu dapatkan 'jika kamu mengikutinya', tetapi menggunakan keputusan yang hanya satu dari dirimu. #Ikut atau tidak. #Itu Saja.
Posting Komentar