Jalur Sutra, menjadi nama jalur perdagangan yang amat ramai pada masa lalu. Jalur yang menghubungkan Timur dan Barat dunia ini baru disebut "Jalur Sutra" (The Silk Road) setelah seorang Jerman bernama Von Richthofen menyebutnya pada abad ke-18 Masehi. Namun sebetulnya, Jalur Sutra tersebut telah eksis jauh sebelum penyebutan namanya. Nusantara (Sekarang Indonesia) di abad ke-18 dan ke-19, pada dasarnya di Asia dan Timur Tengah, sebelum masa modern awal, terdapat dua jalur perdagangan utama, yaitu jalur darat dan jalur laut. Pelayaran niaga melalui darat pada umumnya, terutama digunakan oleh para pedagang Cina dan dikenal dengan nama Jalur Sutra karena banyak menyalurkan sutra dari Cina.
Jalur dagang berawal di Chang An, yang menjadi ibu kota Cina antara abad ke-7 hingga abad ke-13, kemudian melintasi stepa-stepa dan gurun-gurun di Asia Tengah dan Laut Kaspia yang pada suatu ketika dikendalikan oleh bangsa Mongol, lalu ke Mesopotamia dan Parsi. Jalur dagang yang melintasi pedalaman Asia itu juga bercabang-cabang ke wilayah pantai, seperti India, Arab, dan lainnya.
Alat angkut utama perdagangan darat tersebut adalah unta yang bergerak berkelompok (karavan). Jalur Sutra berakhir di pelabuhan-pelabuhan di pantai barat Laut Tengah, antara lain Antiochia. Dari pelabuhan-pelabuhan itulah komoditas dari Asia, seperti sutra dan rempah-rempah, diteruskan dengan kapal-kapal dagang ke kota-kota pelabuhan di Laut Tengah, seperti Genoa dan Venesia. Kemudian, perdagangan itu dilanjutkan oleh pedagang Barat ke seluruh Eropa. Senada, Frances Wood dalam The Silk Road: Two Thousand Years in the Heart of Asia menyebutkan, ujung Jalur Sutra ada di Chang An atau Xian, yang kala itu menjadi ibu kota kerajaan.
Sutra memang menjadi komoditas utama jalur perdagangan tersebut. Meski barang yang didagangkan tak hanya Sutra, terdapat pula rempah-rempah, wewangian, dan komoditas berharga lain. Namun, Jalur Sutra sebetulnya telah dibuka resmi pada abad ke-3 SM. Saat itu, Cina yang dipimpin Dinasti Han mengirim banyak utusan ke negara-negara Asia dan Timur Tengah. Pun sebetulnya, jalur itu telah ada jauh sebelum utusan itu dikirim. Adanya Jalur Sutra kuno ini terbukti dengan penemuan-penemuan arkeologi, di antaranya penggunaan Sutra oleh raja-raja Mesir pada masa Dinasti Ptolomeik (sekitar abad ketiga), termasuk Cleopatra.
Kemudian pada abad ke-4 SM, orang-orang Roma dan Yunani telah membicarakan mengenai Seres, Kerajaan Sutra. Disebutkan dalam rentang satu dasawarsa, sutra Cina menjadi pakaian elite Roma. Harganya sangat mahal. Sepotong sutra dihargai 3 ribu denaari, yakni gaji setahun prajurit Romawi. Bahkan disebutkan, impor sutra telah mengguncang perekonomian Roma. Adapun peta perjalanan Jalur Sutra, memiliki banyak cabang. Secara garis besar, ada tiga cabang, yakni utara, tengah, dan selatan. Jalur Utara menghubungkan Cina dengan Eropa hingga Laut Mati.
Jalur ini melalui Urumqi dan Lembah Fergana. Adapun jalur Tengah menghubungkan Cina dengan Eropa hingga tepian Laut Meditrerania, melalui Dun-huang, Kocha, Kashgar, menuju Persia. Sedangkan, jalur Selatan menghubungkan Cina dengan Afghanistan, Iran dan India, melalui Dun-huang dan Khotan menuju Bachtra dan Kashmir. Jalan Sutra yang lazim disebut orang, merupakan jalur darat dari ibu kota Dinasti Tang Tiongkok di timur ke Roma, ibu kota Italia di barat. Jalur tersebut dibuka oleh seorang jenderal bernama Zhang Qian dari Dinasti Han.
Menelusuri jalan itu akan melewati Afghanistan, Uzbekistan, Iran, dan sampai Alexandaria Mesir. Terdapat pula cabang lain yang akan melewati Pakistan; Kabul, Afganistan; hingga Teluk Persia. Selain alan Sutra di darat, terdapat pula jalan Sutra via laut. Jalur laut tersebut, yakni dari Guangzhou, Tiongkok Selatan, ke Selat Malaka, dan terus sampai ke Sri Lanka, India, dan pantai timur Afrika. Jalur di atas laut itu disebut sebagai Jalan Sutra Laut. Menurut benda-benda budaya yang tergali di Somalia, Afrika Timur, dapat diketahui bahwa jalan Sutra Laut itu kira-kira terjadi pada masa Dinasti Song Tiongkok.
Posting Komentar